Kamis, 03 Maret 2011

‘’Bintang Akhirnya Bersinar’’

Losari, 1980. Di sebuah perkampungan yang begitu padat penduduk hiduplah seorang anak dan kedua orang tuanya. Anak itu bernama Bintang, seorang anak yang berusia tujuh tahun dan duduk di kelas dua sebuah sekolah dasar, walaupun Bintang hidup serba kekurangan dengan orang tuanya, akan tetapi mereka hidup bahagia, bagi Bintang kebahagian dengan keluarga merupakan harta yang paling berharga yang dia selalu tanamkan didalam dirinya. Setiap harinya Bintang selalu melakukan hal yang terbaik, sama seperti seorang anak pada umumnya, bersekolah, belajar serta membantu orang tua, kesemuanya itu dilakukan dengan penuh semangat dan juga tanggung jawab, karena itulah yang selalu ditanamkan oleh kedua orang tua Bintang, ibu dan ayahnya ingin melihat Bintang menjadi orang yang berhasil, anak yang berguna dan membanggakan mereka.
Dengan sepatu yang telah usang dan baju yang sedikit lusuh, Bintang pergi ke sekolah dengan menggunakan sepedanya, di sekolah Bintang seorang yang pandai di kelas, tak ayal dia pun selalu dapat peringkat pertama di kelasnya. Menjadi juara keras tidak membuat Bintang dan sombong dan juga angkuh, tapi malah sebaliknya, seperti layaknya padi yang semakin berisi semakin merunduk. Tapi Bintang percaya dengan kekuatan yang besar, tanggung jawab pun juga kian besar . Bintang pun mempunyai banyak impian, salah satu dari impiannya adalah ke Jakarta, kelak jika dia sudah lulus dia ingin melanjutkan ke perguruan tinggi yang ada di Jakarta.
Dua belas tahun pun berselang Bintang akhirnya lulus SMU dengan nilai yang sangat memuaskan, orang tua Bintang senang dan bangga dengan pencapaian anaknya. Teringat akan mimpi-mimpinya, Bintang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi di Jakarta. Tetapi Bintang harus meninggalkan orang tuanya yang berada di Belitung, pada awalnya ibu dan ayang Bintang tidak setuju anaknya pergi sendirian ke kota besar, apalagi Jakarta, tapi untuk mewujudkan cita-cita anaknya, akhirnya kedua orang tua Bintang dengan berat hati mengijinkan Bintang untuk mengejar mimpinya.
Minggu pagi dengan tas yang sudah dikemasi pakaian dan segalanya, Bintang pun bergegas ke pelabuhan untuk menunggu kapal yang berlayar ke Jakarta, dengan ditemani kedua orang tuanya sampailah Bintang di pelabuhan Belitung. Hampir setengah jam menanti kapal pun datang, Bintang pun pamit dengan kedua orang tuanya, setelah menciumi tangan dan memeluk kedua orang tuanya serta diiringi dengan air mata, Bintang melangkahkan kakinya ke kapal yang akan membawanya ke Jakarta. Perasaan sedih bercampur senang tak dapat dibendung lagi, dan perasahan sedih, cemas serta khawatir selalu ada di benak orang tua Bintang, sambil melihat kepergian Bintang menaiki kapal yang kian menjauh, walaupun hanya menumpang kapal dari seorang kenalan ayahnya. Bintang pun teringat akan pesan dari kedua orang tuanya, jangan pernah melupakan kewajibanya sebagai seorang muslim yaitu shalat, dan jika sudah sampai di Jakarta dengan selamat jangan lupa kirimkan surat, kata-kata itu yang selalu diingat oleh Bintang sampai kapan pun.
Dalam perjalanannya Bintang tak disangka bertemu dengan Aray, Aray adalah teman satu sekolah Bintang sewaktu di SMU. Aray pun ke Jakarta juga ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, sama seperti Bintang, Aray mempunyai mimpi-mimpi. Akhirnya dengan Aray, Bintang mengejar mimpi-mimpinya. Mereka berdua mencoba peruntungannya di Jakarta, dari mulai mencari sebuah rumah kontrakan yang kecil, mereka berdua  mulai mencari pekerjaan serabutan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka dan juga membayar sewa kontrakan, dari mulai menjadi seorang sales perabotan rumah tangga sampai bekerja di tempat photocopy. Seiring waktu berjalan Bintang dan Aray pun tembus ke UI melalai sipenmaru, selama empat tahun gelar sarjana pun mereka raih.
Pada tahun berikutnya keadaan keuangan mereka mulai berkurang, Bintang dan Aray pun harus memutar otak agar tidak mengalami keterpurukan. Sampai-sampai uang celengan Bintang dipakai untuk menutupi kekurangan mereka. Dengan tekad dan semangat yang masih tersisa mereka pun terus kembali berjuang, tapi semua yang dilakukan mereka tak selalu berjalan mulus, terkadang hambatan dan rintangan selalu mengikuti di setiap jalan yang mereka lalui. Ternyata dalam meraih suatu keberhasilan, mereka harus menghadapi kepahitan dalam hidup. Tetapi semua itu mereka lalui dengan ikhlas dan pantang menyerah. Bintang dan Aray percaya bahwa mimpi-mimpi mereka itu bukan hanya sekedar bualan atau omong kosong belaka. Terkadang dalam hidup, jika kita ingin meraih sebuah mimpi yang besar, bukan dilihat dari seberapa besar mimpi yang kita miliki, tetapi seberapa besar keinginan  kita untuk mewujudkan mimpi-mimpi tersebut.

3 komentar: